———-
- Setiap orang membutuhkan dan wajib memelajari ilmu agama
- Menuntut ilmu perlu perjuangan, tidak sekadar angan-angan
- Mengikhlashkan tujuan menuntut ilmu, yaitu untuk menghilangkan kebodohan diri, mencerdaskan orang lain, menjaganya, dan mengamalkannya.
- Tips menuntut ilmu: menjaga hati dari syubhat dan syahwat, memaksimalkan memelajari Quran dan Hadits, menggunakan metode yg benar, beretika, menghafal, mengulangnya, bertanya kepada ahlinya, memuliakan guru dan sumber ilmu, menjaga waktu.
- Memperbanyak berdoa dan meminta ilmu yg bermanfaat kepada Allah
”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu di antara kalian beberapa derajat”
(Q.S. Al Mujadilah: 11)
——-
Rugi! Sebuah kerugian, bila hidup di dunia hanya digunakan untuk kesia-siaan belaka. Tidaklah mungkin kita hidup dan mati sekedar menunggu perjalanan waktu, tanpa tujuan maupun aturan yang baku. Sungguh Pencipta kita, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Apakah manusia menyangka, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja?!” (Q.S. Al Qiyamah: 36). Sebuah sangkaan yang menyatakan bahwa manusia dibiarkan tanpa adanya perintah maupun larangan dan tanpa pahala maupun hukuman adalah persangkaan yang batil (Tafsir As Sa’di).
Firman Allah tersebut memberikan pelajaran bahwa terdapat tujuan dan aturan yang melingkupi (mengikat) manusia. Siapa saja yang ingin selamat dalam menyikapi berbagai fenomena dan permasalahan kehidupan, hendaknya berpegang dengan tujuan dan aturan tersebut. Untuk mengetahui aturan dan tujuan yang mengikatnya dengan benar maka dibutuhkan ilmu.
Salah kaprah…
Sebagian kaum muslimin hanya mengandalkan logika dan pengetahuannya semata dalam menyikapi peristiwa kehidupan. Ketika ada sisi keunggulan yang dimiliki orang barat, mereka sikapi hal tersebut dengan sebab-sebab yang sebatas muncul dalam logika dan pengetahuannya semata. Betapa banyak kaum muslimin hanya mengandalkan kerasnya belajar, peningkatan etos kerja, atau sekedar penataan organisasi untuk menyaingi keunggulan orang barat. Namun yang sangat disayangkan, tidak sedikit dari mereka yang meninggalkan sebab pokok keunggulan kaum muslimin, yaitu ilmu agama.
Hanya iman dan ilmu agamalah yang menjadikan kaum muslimin unggul dibanding selain mereka. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu di antara kalian beberapa derajat” (Q.S. Al Mujadilah: 11).
Allah juga berfirman (yang artinya), “Kami akan meninggikan orang-orang yang Kami kehendaki ” (Q.S. Al An’am: 83). Imam Malik menjelaskan bahwa sebab tingginya kedudukan orang tersebut adalah ilmu agama (Sittu Durar min Ushuli Ahlil Atsar, hal. 63).
Pernyataan yang mengatakan hanya ilmu agama yang menjadikan kaum muslimin unggul, bukan bertujuan untuk mengerdilkan hal selainnya. Namun kita katakan bahwa kerasnya belajar, peningkatan etos kerja, atau bagusnya penataan organisasi, itu semua adalah hal yang diajarkan dalam aturan beragama. Berdasarkan keumuman sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah mencintai seorang di antara kalian yang apabila melakukan suatu pekerjaan senantiasa menekuninya.” (H.R. Al Baihaqi, dinilai hasan oleh Al Albani).
Keutamaan ilmu agama
Ilmu agama adalah sebab keunggulan kaum muslimin. Keunggulan kaum muslimin dengan ilmu agama adalah keunggulan yang sempurna, didapatkan di dunia dan utamanya di akhirat. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Dia akan memahamkan baginya agama” (H.R. Bukhari dan Muslim). Sebaliknya, siapa saja yang terhalang dari memahami agama maka tidak ada kebaikan baginya.
Allah Ta’ala mencela manusia yang bodoh akan ilmu agama. Mereka adalah orang yang lebih hina dibandingkan hewan ternak. Allah berirman (yang artinya), “Sesungguhnya Kami lemparkan kebanyakan jin dan manusia ke dalam neraka jahanam, mereka punya hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami agama, dan mereka punya mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat hal-hal yang bermanfaat, mereka punya telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar. Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan lebih rendah dibandingkan ternak.” (Q.S. Al A’raf: 179).
Siapa yang butuh ilmu agama?
Siapapun kita dan apapun profesinya, kita wajib menuntut ilmu agama (khususnya perihal ibadah wajib), dan kita pasti butuh padanya. Engkau yang memulai kehidupan baru sebagai mahasiswa, kesibukan kuliah bukanlah alasan untuk meninggalkan belajar agama. Engkau yang sebagai pekerja, harus menyediakan waktu untuk tetap belajar agama. Bahkan engkau yang saat ini sudah merasa fokus dalam ilmu agama, jangan sekali-kali merasa cukup dengan keadaan saat ini.
Jangan engkau gadaikan nikmat menuntut ilmu. Ilmu adalah cita-cita tertinggi. Sibuk dan mencurahkan seluruh waktu untuk menekuninya adalah hal paling mulia. Engkau senantiasa berada dalam kebaikan dan anugerah yang besar selama menuntut ilmu agama (Syarah al Manzhumah al Mimiyah, hal. 81).
Modal angan saja tidak cukup
Menjadi orang yang berilmu adalah karunia dari Allah Ta’ala. Bersamaan dengan itu, ilmu tidak didapat dengan sekedar angan-angan. Perlu perjuangan untuk mendapatkannya. Nabi kita shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ilmu hanyalah didapatkan dengan belajar” (H.R. Al Khatib dalam tarikhnya, dinilai shahih oleh Albani).
Syaikh Hafizh al Hakami berkata:
Curahkanlah seluruh tekad kuatmu dalam menuntut ilmu.
Andai seorang tahu kedudukan ilmu, tentu ia meninggalkan tidur.
Sekiranya seseorang mengetahui kedudukan, dampak, serta buah ilmu di dunia dan akhirat, pasti ia terdorong untuk mempersedikit tidur. Orang tersebut hanyalah tidur tatkala benar-benar dibutuhkan. Dan itulah gambaran nyata dari ulama yang sudah mendahului kita. Oleh karenanya Imam Bukhari terbiasa bangun lebih dari satu kali dalam satu malam. Beliau nyalakan lampu pijar ketika faidah ilmu terlintas di dalam benaknya, kemudian beliau catat dan kembali tidur (Syarah al Manzhumah al Mimiyah, hal. 83-84).
Mengikhlashkan tujuan menuntut ilmu
Menuntut ilmu agama adalah ibadah. Sesuatu yang dinilai sebagai amal ibadah, hanya diterima jika disertai tujuan yang benar. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Mereka tidak diperintah kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlash.” (Q.S. Al Bayyinah: 5). Ikhlash dalam menuntut ilmu dapat terwujud dengan salah satu atau empat hal ini sekaligus, yaitu:
Pertama, menghilangkan kebodohan dalam dirinya. Langkah kakinya untuk menuntut ilmu agama ditujukan untuk menghilangkan kebodohan dalam dirinya, sehingga ia mengetahui berbagai ibadah yang wajib atasnya, serta mengetahui tujuan dari perintah dan larangan yang terkandung dalam syariat.
Kedua, mencerdaskan orang lain. Seseorang dalam menuntut ilmu agama, betujuan untuk mengajak dan membimbing orang lain ke jalan yang benar.
Ketiga, menghidupkan tradisi ilmiah dan menjaga supaya ilmu itu tidak hilang. Seseorang berusaha menyebarkan ilmu agama dalam rangka menjaganya, supaya ilmu ini tidak hilang dilupakan manusia.
Keempat, mengamalkan ilmu (Syarah Ta’zhim al Ilm, hal. 21-22).
Laksanakan tips berikut ini…
Ilmu agama adalah sesuatu yang agung dan mulia. Keutamaan ilmu agama hanya bisa didapat oleh pribadi yang mengagungkan dan memuliakan ilmu. Berikut ini sebagian tips untuk mendapatkan keutamaan ilmu.
Pertama, senantiasa menjaga kesucian hati dari kotoran syubhat dan syahwat. Pangkal dari dua kotoran tersebut adalah kesyirikan, bid’ah, dan maksiat. Oleh karena itu, berusahalah semaksimal mungkin untuk meninggalkan tiga hal tersebut.
Kedua, memaksimalkan dirinya dalam mempelajari Al Quran dan Hadits. Keduanya adalah asas dari ilmu yang bermanfaat, karena seluruh ilmu yang bermanfaat berasal dari keduanya.
Ketiga, menggunakan metode yang benar dalam menuntut ilmu. Metode yang benar dalam menuntut ilmu adalah cara yang bisa mengantarkan seseorang untuk mewujudkan ilmu. Oleh sebab itu ibnul qayyim berkata, “ketidaktahuan akan metode yang benar, hambatan yang menerjang, dan tujuan yang ingin dicapai hanya menghasilkan manfaat yang sedikit disertai rasa letih yang banyak”.
Keempat, beretika dalam menuntut ilmu. Ibnul Qayyim berkata, “Etika seseorang adalah tanda kebahagiaannya, buruknya etika adalah tanda kesengsaraan. Tidaklah seseorang diberikan kebaikan di dunia dan akhirat melainkan disebabkan etika yang baik. Tidak pula terhalang dari kebaikan melainkan disebabkan hilangnya etika”.
Kelima, berusaha keras menghafal ilmu, mengulang-ulang bersama kawannya, dan bertanya pada ahli ketika tidak tahu.
Keenam, memuliakan guru. Termasuk bentuk memuliakan mereka adalah beretika dengan mereka. Di antara etika yang harus dimiliki penuntut ilmu kepada gurunya yaitu rendah hati, menjaga etika ketika berbicara bersama mereka dengan menghadapkan wajah kita dan tidak berpaling dari mereka, jika harus membicarakan guru kita maka muliakanlah dengan proporsional, dan lainnya.
Ketujuh, menghormati majelis ilmu dan memuliakan kitab atau buku yang merupakan sumber ilmu.
Kedelapan, menjaga waktu. Ibnul Jauzi berkata, “Selayaknya bagi seseorang untuk mengetahui kemuliaan waktu. Sehingga orang tersebut tidak kehilangan waktunya untuk melakukan hal yang tidak bernilai ibadah. Dan jadilah ia orang yang mengucapkan dan melakukan hal-hal mulia dalam menghabiskan waktunya.” (disarikan dari Syarah Ta’zhim al Ilm).
Istiqamah meminta kepada Allah
Terakhir, karena ilmu adalah anugerah dari Allah Ta’ala, maka perbanyaklah meminta ilmu yang bermanfaat kepada-Nya. Di antara do’a yang dapat dirutinkan “Allaahummaa innii as aluka ‘ilman naafi’an wa rizqan thayyiban wa ‘amalan mutaqabbalan”. Artinya, “Ya Allah, aku meminta ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amal yang diterima”.
Teruslah meminta tambahan ilmu. Meminta tambahan ilmu adalah permohonan nabi kepada Sang Pencipta kita. Allah Ta’ala berfirman menceritakan permintaan nabi-Nya (yang artinya), “Ucapkanlah, ‘Wahai Rabb-ku, tambahkan untukku ilmu’.” (Q.S. At Taubah: 31).
Semoga Allah Ta’ala memberikan kita taufik agar termasuk golongan orang yang mendapatkan keutaaman ilmu.
Disusun oleh Gian Handika, S.P. (Mudir YPIA Academy)
Dimurajaah oleh Ustaz Abu Salman, B.I.S.